DPRD Samarinda Dorong Regulasi Baru Berbentuk Perda untuk Atasi TB dan HIV/AIDS

Foto: Ilustrasi pamflet kampanye stop HIV/AIDS yang ternyata ada di Indonesia.(Frekuensi.co/Ist).

Frekuensi.co, Samarinda- Komisi IV DPRD Kota Samarinda tengah merancang regulasi baru dalam bentuk Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) guna memperkuat upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis (TB) dan HIV/AIDS yang terus menunjukkan angka peningkatan.

Wakil Ketua Komisi IV, Sri Puji Astuti, menyatakan bahwa langkah ini merupakan kelanjutan dari inisiatif yang pernah dimulai di periode sebelumnya.

Nmun kini dirasa semakin mendesak untuk ditindaklanjuti mengingat situasi kesehatan yang belum membaik.

“Sejak periode lalu sebenarnya sudah ada niat untuk menyusun regulasi ini. Samarinda memang memiliki Perda terkait HIV sejak 2009, tapi sudah tidak relevan lagi dengan tantangan yang kita hadapi sekarang,” jelasnya.

Sri Puji menyampaikan bahwa landasan akademik untuk mendukung penyusunan raperda sudah tersedia, salah satunya berupa kajian dari Universitas Widya Gama yang telah selesai sejak 2018.

“Secara akademik, dokumen sudah lengkap. Sekarang tinggal komitmen politik untuk membawanya ke tahap pembahasan,” tambahnya.

Meski di tingkat nasional telah tersedia regulasi lengkap terkait TB dan HIV/AIDS, implementasi di tingkat daerah, menurutnya, masih jauh dari optimal.

“Regulasi pusat ada mulai dari undang-undang hingga peraturan presiden dan menteri. Tapi implementasi di daerah masih lemah. Itu yang harus kita perbaiki,” tegasnya.

Salah satu persoalan utama yang diangkat adalah keterbatasan anggaran. Banyak program penanganan telah dirancang, namun pelaksanaannya terhambat karena dana yang tersedia sangat terbatas.

“Kalau programnya ada tapi dananya kecil, hasilnya tentu tidak signifikan,” ujar Sri Puji.

Lebih lanjut, ia menyoroti minimnya fasilitas isolasi khusus di rumah sakit untuk pasien TB dan HIV. Beberapa rumah sakit, baik milik pemerintah maupun swasta, hanya memiliki satu ruang isolasi dengan kapasitas sangat terbatas.

“Sementara kasus terus meningkat, ruang perawatan justru minim,” keluhnya. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat.

Menurutnya, ada sejumlah komunitas yang telah bergerak membantu penanganan penyakit menular ini, namun kinerja mereka belum maksimal karena kurangnya dukungan regulasi dan anggaran.

“Partisipasi masyarakat itu penting. Tapi kalau tanpa kebijakan dan dukungan dana dari pemerintah, mereka sulit bergerak jauh,” kata Sri Puji.

Dengan raperda yang tengah disusun, ia berharap ada landasan hukum yang lebih kuat untuk memperkuat sinergi antara berbagai pihak pemerintah daerah, rumah sakit, masyarakat, dan lembaga non-pemerintah dalam memerangi TB dan HIV/AIDS di Samarinda.

“Tujuannya agar penanganan penyakit ini tidak lagi bersifat sementara atau simbolis, melainkan menjadi upaya yang berkelanjutan dan terstruktur,” tutupnya.

(ham/adv)

Artikel Terkait