Pernikahan Anak di Samarinda Meningkat, Puji Astuti Soroti Lemahnya Perlindungan Anak

Foto: Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda, Sri Puji Astuti saat diwawancarai awak media.(Frekuensi.co/ist).

Frekuensi.co, Samarinda – Fenomena pernikahan usia dini kembali mencuat di Kota Samarinda, memunculkan kekhawatiran akan kegagalan sistem perlindungan anak yang komprehensif.

Sepanjang Januari hingga Mei 2025, setidaknya 36 permohonan dispensasi pernikahan telah diajukan ke pengadilan agama.

Angka ini memperlihatkan tren kenaikan setelah sebelumnya sempat menurun, dan menunjukkan bahwa praktik pernikahan anak masih menjadi persoalan serius di tengah masyarakat.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sri Puji Astuti, menyatakan bahwa situasi ini bukan sekadar akibat kemiskinan atau pengaruh budaya.

Namun sebagai cerminan dari kegagalan kolektif semua pihak dalam memastikan hak-hak dasar anak terpenuhi.

“Masalah ini menunjukkan betapa lemahnya sistem edukasi, pengawasan, dan perlindungan sosial kita terhadap anak-anak. Mereka jadi korban dari ketidakhadiran negara dalam kehidupan sehari-harinya,” ujar Puji.

Data dari Kementerian Agama menunjukkan adanya penurunan permohonan dispensasi dari 116 kasus pada 2023 menjadi 105 kasus di 2024. Namun, pada 2025, angkanya kembali meningkat.

Meski demikian, angka tersebut diyakini tidak sepenuhnya mencerminkan realitas di lapangan, karena masih banyak pernikahan dini yang dilakukan secara tidak resmi atau siri.

“Praktik pernikahan siri masih marak, dan kerap dilegitimasi oleh orang tua dengan dalih usia baligh atau demi menutup aib keluarga,” tambah Puji.

Lebih lanjut, Puji menyoroti bahwa pernikahan usia dini berpotensi merampas hak-hak anak atas pendidikan, kesehatan, dan perkembangan emosional.

Selain itu, beban ekonomi dan risiko kekerasan dalam rumah tangga di usia muda juga menjadi ancaman nyata.

“Pernikahan anak bukan hanya menghentikan masa belajar mereka, tapi juga menciptakan lingkaran baru kemiskinan dan ketimpangan sosial yang sulit diputus,” tegasnya.

Untuk itu, DPRD Samarinda mendorong adanya sinergi lintas sektor dalam menangani masalah ini. Edukasi kesehatan reproduksi sejak dini, konseling keluarga, serta peran aktif tokoh agama dan adat dianggap penting untuk membentuk sistem perlindungan anak yang lebih kuat.

Puji juga menekankan bahwa predikat “Kota Layak Anak” harus diwujudkan melalui kebijakan konkret yang menjamin keamanan dan kesejahteraan anak secara nyata.

“Kita tidak bisa hanya berbangga dengan gelar tanpa aksi nyata. Anak-anak Samarinda butuh perlindungan nyata agar mereka bisa tumbuh dengan hak-hak yang utuh,” pungkasnya.

(ham/adv)

Artikel Terkait